KEPEMIMPINAN
Pendahuluan pemimpin adalah
dimana seseorang akan menjadi lebih baik dan menjadi contoh bagi sekitarnya, pemimpin
atau kepemimpinan itu sering berkaitan dengan sebuah kelomok,organisasi
,perusahaan dan berbagai macam hal lainnya.
pemimpin berperan penting dalam sebuah organisasi untuk dapat berkembang lebih
pesat lebih maju dan lebih baik lagi untuk dapat mencapai tujuan yang
diinginkannya,maka dari itu kepemimpinan seorang pemimpin sangatlah dibutuhkan.
Beberapa
hal yang sangat menarik dari kepemimpinan ini adalah,setiap orang yang akan
menjadi pemimpin dia akan lebih berhati-hati dalam setiap tindakannya,dan
berfikir lebih keras,lebih maju,maka dari itu setiap pemimpin akan memberikan
contoh yang baik kepada setiap pengikutnya,atau kelompoknya.
Setiap
pemimpin mempunyai karakteristik,karismatik, dan mempunyai hal-hal menarik
dalam dirinya,dan kenapa dia dipilih menjadi seorang pemimpin.
Pembahasan
Apakh
kepemimpinan itu? Kepemimpinan yang baik adalah mengerjakan sedikit dan menjadi
semakin lebih baik.proses dimana sesorang dapat mempengaruhi banyak orang dan
membuat mereka mengikutinya dan menjadikan diri mereka sendiri sebagai contoh
ata teladan yang baik dengan berbagai macam cara salah satuny,dengan melakukan
hal-hal kecil secara lansung dan membuat mereka/kalayak memperhatikannya dan
membuat mereka beranggapan bahwa itu adalah hal yang baik yang patut di contoh.
Kepemimpinan
yang didasarkan pada daya tarik kepribadian dan gaya kepemimpinan bukanlah
sesuatu yang bertahan dalam jangka waktu yang lama. Pemujaan akan sirna dan
para pemimpin mereka akan dilupakan, kecuali oleh para ahli sejarah. Dan
seberapa sering seorang pemimpin yang dulunya dicintai dan dipuji oleh
pengikutnya kemudian berubah menjadi pemimpin yang menggunakan rasa takut dan
ancaman hukuman untuk mencapai tujuannya.
Seseorang
mungkin mampu mencapai hal-hal besar dengan usahanya sendiri,etapi tidak harus
melalui kepemimpinan yang efektif,kepemimpinan yang bermakna. Tidak bisa pula
dikatakan bahwa suatu kepemimpinan yang efektif hanya karena pemimpinnya sangat
berkuasa. Seseorang yang menggunakan senjata api dapat membuat orang lain
mematuhi perintahnya,tetapi itu bukanlah kepemimpinan yang efektif, melainkan
karena senjata api.
Sebagai
contoh pikirkan waktu dan tempat tertentu,suatu interaksi nyata yang anda alami
dengan seseorang anda identifikasikan sebagai seorang pemimpin yang hebat.
Ketika anda dapat membayangkan kejadian itu dengan jelas dipikiran anda,
tutuplah mata anda kemudian putarlah kembali semua hal itu dalam mata ikiran
anda, layaknya sedang menyaksikan tayangan video interaksi antara pemimpin itu
dan anda . lakukan hal itu sekarang dalam waktu satu menit .
Setelah
anda memvisualisasi dan mengulang kembali memori itu , ambillah secarik kertas dan tulis semua hal
yang muncul dalam pikiran anda , bagaimana deskripsi dari pemimpin itu. dalam
percobaan tadi anda akan membuat / menulis beberapa hal yang menarik dari
pemimpin, lihat kembali tanggapan anda itu sendiri dan temukan dimana hal-hal
itu sesuai.
Ø Kategori pertama
terdiri dari istilah-istilah seperti ini
·
Cerdas
·
Kreatif
·
Jujur
·
Bersahabat
·
Percaya
diri
·
Gigih,
keras hati
·
Sabar
·
Kuat
Ø Kategori kedua
dari istilah-istilah biasa yang mencangkup
·
Mendengarkan
dengan baik
·
Melatih
·
Bertindak
secara konsisten
·
Memberikan
umpan balik
·
Berbagi
perasaan
·
Mendukung
kami
·
Memberi
pujian kepada yang lain
·
Mendelegasikan
Akan sangat
mengejutkan apabila satu diantara istilah-istilah itu tidak cocok dengan yang
anda buat.
”Pemimpin itu ditinggikan seranting,
didahulukan selangkah.”
(Peribahasa Minangkabau)
KOMPAS.com -
Walaupun dibesarkan dengan tradisi nilai-nilai agama Islam dan filsafat
Minangkabau selama puluhan tahun, baru akhir-akhir ini saya menyadari makna
filosofis peribahasa di atas.
Bertahun-tahun—ratusan, bahkan ribuan—yang lalu orang beranggapan bahwa
pemimpin itu adalah semacam satrio piningit, raja agung, atau semacam Ratu Adil
(Mesias) yang sengaja diutus Tuhan menyelesaikan masalah keseharian kita di
dunia ini. Harapan akan lahirnya pemimpin besar selalu disematkan dalam
kesadaran kolektif kita. Alhasil, di setiap kemunculan pemimpin besar pada
umumnya selalu disertai dengan pengultusan dan mitologisasi terhadap pemimpin
tersebut dalam pelbagai macam atribut: baik fisik, ucapan, maupun tindak
tanduk. Namun, anehnya, sejarah pula yang memperlihatkan kepada kita bahwa
orang yang digadang-gadang sebagai pemimpin besar itu pula yang membawa kita
pada kehancuran peradaban.
Tokoh seperti Hitler, Napoleon,
Mussolini, Saddam Hussein, Joseph Stalin, dan Kim Jong Il hanyalah
beberapa contoh kecil di antara sederet pemimpin yang pernah ditahbiskan
sebagai pemimpin besar. Mereka pada awalnya dirindukan untuk memperbaiki
keadaan, tetapi berakhir dengan kekecewaan. Peribahasa Minangkabau tadi
sepertinya bisa dimaknai sebagai kearifan untuk tak terjebak dalam kesalahan
sejarah yang sama: sebuah kerinduan atau mungkin lebih tepatnya ilusi terhadap
pemimpin besar.
Siapa pemimpin besar?
Studi ilmiah dalam bidang kepemimpinan
dalam 100 tahun terakhir menunjukkan pergeseran signifikan dalam konsepsi
mengenai pemimpin, leader, dan kepemimpinan, leadership. Studi awal tentang
kepemimpinan memang coba mempelajari sifat-sifat yang dianggap dimiliki
orang-orang besar atau pemimpin besar,
Traits of the great leader,
dalam sejarah. Sejarawan Thomas Carlyle (1840) adalah tokoh pertama yang
melontarkan pendapat ”pemimpin besar itu dilahirkan, tidak bisa dibentuk”.
Teori orang besar memasukkan juga dalam kelompok ini pemimpin karismatik, yaitu
orang-orang dengan kualitas khusus yang berbeda dari orang kebanyakan. Namun,
sosiolog Herbert Spencer pada 1896 membantahnya; pemimpin dibentuk
masyarakatnya.
Teori psikologi kepemimpinan terhadap
tokoh-tokoh besar ternyata gagal menemukan sifat yang konsisten yang ada pada
pemimpin yang sukses ataupun yang gagal. Baik pemimpin yang sukses maupun gagal
bisa sama-sama pintar, tegas, ramah, otoriter, agresif, introver, ekstrover,
keras, dan seterusnya. Jadi, apa yang membedakan pemimpin yang sesungguhnya
dengan yang bukan pemimpin sesungguhnya?
Teori kepemimpinan modern belakangan ini
(di antaranya situational, contingency, transactional, transformational, dan
authentic leader), terutama setelah runtuhnya kerajaan dan berkembangnya negara
demokrasi modern, memperlihatkan bahwa orang yang bisa disebut sebagai pemimpin
besar itu tidak ditentukan atribut fisik, ucapan besar, tindak tanduk yang
besar, tapi oleh kemampuannya membumikan gagasan (visi) menjadi realitas dengan
menggerakkan semua sumber daya dan potensi pengikutnya untuk mewujudkan visi
tersebut.
Dengan kata lain, sebenarnya kita bicara
tentang pemimpin yang efektif dengan ukuran yang jelas: rekam jejak, visi, dan
kualitas pribadi. Ukuran pemimpin besar setelah dia tidak lagi menjabat juga
jelas: warisan bagi publik. Dengan kata lain, keefektifan kepemimpinan seorang
pemimpin di area publik (atau politik) sangat jelas: kiprah dan kerja nyata
buat publik.
Berpegang pada jejak-jejak kepemimpinan
dalam dunia publik ini pulalah sebenarnya kita bisa memaknai kebesaran Soekarno
dan deretan pemimpin besar lain dalam arti yang positif, seperti Martin Luther
King Jr, Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, dan Umar bin Abdul Aziz.
Soekarno menjadi besar karena berangkat dari keseharian, penderitaan,
cita-cita, dan aspirasi rakyat banyak yang ditangkapnya serta dirumuskan
menjadi visi kenegaraan yang kuat dan mampu menggerakkan pengikutnya untuk
mencapai visi itu. Visi kenegaraan itu menjadi jelas karena dilandasi
nilai-nilai ideologis yang kuat (berdaulat, mandiri, dan berkepribadian), yang
kita kenal sebagai Trisakti, untuk menyebut sebagian saja dari visi kenegaraan
Soekarno.
Soekarno tidak menjadi besar hanya karena
atribut fisik, gestur, dan tindak tanduk yang lebih banyak bersifat
mitologisasi dan pengultusan. Tidak juga sebenarnya hanya bersandar pada
retorika-retorika besar ”kosong” yang tidak realistis dilaksanakan. Label
karismatik hanyalah produk akhir dari proses di atas. Ini yang harus kita
pahami. Dalam konteks ini saya baru paham peribahasa orang Minangkabau di atas:
pemimpin adalah bagian dari kita, berangkat dari seharian kita; kita naikkan,
kita kontrol, dan kita turunkan pula.
Pemimpin efektif
Mari kita elaborasi secara singkat konsep
orang Minangkabau tentang kepemimpinan: ”ditinggikan seranting, didahulukan
selangkah”. Orang Minangkabau sejak lama secara sosiologis adalah masyarakat
demokratis, egaliter, dan terbuka. Selama ratusan tahun sebelum menjadi bagian
dari Republik Indonesia, mereka sudah hidup dalam bentuk nagari yang dikepalai
pemimpin yang dipilih secara demokratis. Oleh karena itu, pemimpin tidak pernah
dipahami sebagai sosok besar yang absolut, otoriter, dan tidak bisa dikontrol.
Pemimpin akan ditinggikan seranting dan
didahulukan selangkah manakala dia mempunyai kualifikasi sebagai pemimpin,
punya visi yang jelas, punya kompetensi memimpin, dan—yang terpenting—bisa
dimintakan akuntabilitasnya. Oleh karena itu, dia jangan dikultus dan
dimitoskan sebab itu akan membuat dia tak lagi tinggi seranting, tapi
menjadi sosok yang jauh di atas pohon atau di atas gunung; dia sudah berlari
terlalu jauh, tidak lagi didahulukan selangkah.
Lama kelamaan dia akan menjadi sosok
yang angker, absolut, penuh mitos, dan otoriter (diktator). Pengalaman kita
dengan dua presiden terdahulu (Soekarno dan Soeharto) menjadi bukti pada
kekeliruan kita untuk terlalu berharap pada sosok pemimpin besar yang
justru menggiring kita pada pengultusan dan mitologisasi.
Dalam konteks negara demokrasi modern
sekarang, sebenarnya pengertian pemimpin negara (presiden) bukan lagi dipahami
sebagai pemimpin dalam pengertian
omnipotent
leader, ”pemimpin segala-galanya”, tapi ia hanyalah seorang pemegang
otoritas eksekutif yang, bersama-sama dengan lembaga legislatif, berwenang
menentukan arah bangsa ini lima tahun ke depan. Pada diri mereka melekat hak
dan kewajiban yang sudah diatur secara jelas oleh konstitusi kita. Kita tidak
mencari pemimpin
omnipotent, sosok sempurna yang tak ada kelemahannya,
tapi kita mencari otoritas eksekutif yang mengerti persoalan konkret
masyarakat, merumuskannya (dalam bentuk visi, misi, dan program), serta
bersungguh-sungguh mengerjakannya tanpa dibebani macam-macam kepentingan selain
kepentingan publik.
Berpijak pada filosofi kepemimpinan
Minangkabau ”ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah”, harus dipahami
sebagai sebuah rasionalitas berdemokrasi bahwa menjadi pemimpin (presiden) itu
harus melewati suatu jalur kepemimpinan yang jelas, seranting demi seranting.
Visi harus besar, tapi rekam jejak, kualitas pribadi, dan jalur kepemimpinan
yang ia pernah lewati harus bisa ditelusuri untuk meyakinkan kepada kita bahwa
ia tak sedang bermimpi dengan visi-visi besar. Di luar itu kita juga harus
membangun sistem yang kuat supaya tak bergantung pada figur (pemimpin) semata.
Ilusi pemimpin besar
Menyimak diskursus publik akhir-akhir ini,
di tengah gegap gempitanya kampanye calon presiden dan wakil presiden, kita
melihat mulai munculnya wacana mencari pemimpin besar. Wacana itu dilandasi
asumsi bahwa negara kita sedang terpuruk dengan pelbagai macam indikator:
korupsi merajalela, ketimpangan ekonomi melebar, kemandirian negara berkurang,
daya saing rendah, tingkat kemakmuran tak kunjung membaik, dan segudang
persoalan bangsa lain. Jadi, untuk menyelesaikan krisis itu, kita memerlukan
pemimpin besar.
Menyelesaikan
Masalah Hingga Tuntas
Jika Anda menemukan
sebuah masalah yang dapat dengan mudah Anda pecahkan, makan pecahkanlah. Jangan
khawatir dengan konotasi politik atau sesuatu seperti itu. Jika seseorang
datang kepada Anda dengan sebuah masalah dan Anda merasa mampu menyelesaikannya
tanpa upaya yang terlalu banyak, maka selesaikanlah masalah itu hingga tuntas.
Semakin sering Anda
menyelesaikan masalah-masalah yang ada, semakin banyak orang melihat Anda
sebagai sumber jawaban atas penyelesaian masalah dan mereka akan semakin
mendengarkan nasihat Anda atau apapun yang Anda katakan.
Kelemahan dari kepemimpinan
banyak hal-hal yang terjadi
apabila seorang pemimpin mempunyai suatu kelemahan yang tidak dapat ia sadari
dan terlebih parah lagi apabila seorang bawahan yang tau dimana kelemahan dari
pemimpinnya dan tidak mau memberi tau kepada pemimpinnya kelemahannya tersebut.
Dictator
Ø hilangnya
rasa percaya kepada bawahan/keryawan sendiri
Ø keputusan
yang sepihak,memaksakan keputusan sendiri tanpa musyawarah(rapat),(dictator) banyak
hal-hal yang akan di lakukanpemimpin yang bersifat mutlak
Ø pengawasan
kepada bawahan hingga tidak ada ruang gerak dan tidak dapat berpendapat.
Ø Pencapaian
dalam bentuk apapun dan cara apapun.
Ø Perbedaan
diantara bawahan disebut penyimpangan atau pelanggaran disiplin
Ø Disiplin
selalu terwujud karna takut akan bayang-bayang kepemimpinan
Demokratis
Ø Pemimpin
yang tidak ikut serta dan jarang terjun dalam penugasan atau pemberian tugas
Ø Pemimpin
yang membiarkan bawahannya mengatur dirinya sendiri
Ø Pemimpin
hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum
Ø Sesekali
memberi komentar dan peringatan pada suatu kejadian yang bersifat tidak menilai
tugas yang dilakukan sang bawahan.
Ø Pemimpin
cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap
anggota
Kesimpulan
setiap pemimpin harus
mempunyai integritas tinggi dan nilai estetika yang tinggi agar di hargai oleh
orang-orang disekitarnya dan di percaya akan segala hal yang akan dia lakukan
atau dia perintahkan kepada bawahannya.kepemimpinan menjadi efektif saat
pemimpin itu mempunyai visi,misi yang besar,dan kepribadian yang sangat
berbeda,saat mereka ingin melakukan hal yang besar,pemimpin itu mambu mempuat
suatu hal itu menjadi luar biasa
setiap pemimpin
harus bisa bekerja dalam tim,dan pemimpin tidak boleh terlalu mentolerir setiap
bawahan yang melakukan kesalahn,dikarenakan apabila pemimpin terlalu agresif
akan membuat bawahan menjadi tidak nyaman dalam pekerjaannya,setiap pemimpin
harus tau bagaimana mengatur waktu dengan bawahannya,dimana ada saatnya hari
libur dan hari kerja,tidak bisa setiap hari dan setiap waktu boss atau pimpinan
memberikantugasterumenerkepadabawahannya.
Pemimpin harusnya
dapatmembuka diri kepada orang lain termasuk bawahannya, karna kepercayaan
seseorang tidak datang begitu saja,maka dari itu setiap pemimpin / leader mampu
terbuka kepada beberapa pihak yang terkait.tidak hanya itu,pemimpin yang
membuat suatu hal menjadi lebih baik mempunyai integritas yang baik,dan tahan
terhadap setiap tekanan yang datang,mau itu dari luar perusahaan,dan dari dalam
perusahaan,setiap pemimpin pasti akan tahu resiko dan tanggung jawab yang akan
di dapat apabila dia menjadi pemimpin,karna kepemimpinan adalah suatu tanggung
jawab besar yang akan di laksanakan demi menuju kesuksesan bersama,terlebih
lagi dengan perusahaan yang sedang terpuruk,maka pemimpin itu harus mampu
membangkitkan kembali bagaimana cara agar perusaan itu naik kembali. apabila
kriteria diatas telah dipenuhi ,maka akan lebih lengkap apabila seorang
pemimpin mempunyai komitmen yang tinggi.Pemimpin yang berkualitas akan
menghasilkan sesuatu yang berharga dan berkualitas tinggi.